Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong upaya mitigasi risiko gempa Megathrust dari perusahaan asuransi. Hal ini pun dilakukan dengan beberapa langkah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono mengatakan, proteksi terhadap asuransi gempa bumi saat ini masih bersifat perluasan. Sehingga, belum terdapat data spesifik terkait penetrasi asuransi bencana di Indonesia.
“Namun, OJK saat ini sedang memperbaiki data pelaporan perusahaan asuransi dengan data yg lebih detailed dan rinci dalam rangka penguatan pengawasan off site sehingga dengan adanya Informasi data polis individual sehingga nantinya dapat mengukur premi asuransi bencana berikut eksposur risikonya,” jelas Ogi dalam jawaban tertulis, dikutip Rabu, (11/9/2024).
Dalam mengantisipasi hal tersebut, OJK mewajibkan adanya dukungan reasuransi otomatis untuk risiko bencana bagi setiap produk asuransi yang dipasarkan, ataupun kewajiban bagi perusahaan untuk membentuk cadangan atas risiko bencana.
Terpisah, Pelaku asuransi umum diketahui telah mengantisipasi risiko gempa Megathrust yang belakangan tengah marak diperingatkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Sebelumnya, BMKG telah mengungkapkan bahwa Indonesia “Tinggal menunggu waktu” untuk menghadapi gempa dahsyat dan tsunami akibat dua megathrust yang sudah lama tak melepaskan energi besarnya. Hal ini diungkapkan usai gempa besar dengan Magnitudo 7,1 yang memicu tsunami di Jepang akibat Megathrust Naika
Sebagaimana diketahui, bencana alam termasuk gempa membawa dampak risiko hingga kerugian masyarakat. Bangunan usaha hingga rumah bisa saja rusak parah akibat gempa ini.
Dengan memiliki asuransi gempa, perusahaan asuransi akan memberikan santunan kepada pemegang polisnya jika bangunan yang dimiliki hancur atau rusak karena bencana alam yang satu ini.
Menanggapi peringatan ini, Wakil Direktur Utama PT Asuransi Cakrawala Proteksi Indonesia (ACPI), Nicolaus Prawiro menyatakan tidak khawatir terkait potensi gempa megathrust di Indonesia karena perusahaan telah menerapkan mekanisme yang terukur untuk mengantisipasi risiko tersebut.
“Dalam bisnis asuransi, semua potensi risiko sudah dihitung dan diperhitungkan. Untuk asuransi katastropik, seperti asuransi untuk penyakit parah, telah diatur dengan baik oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), termasuk mekanisme reasuransinya,” kata Nicolaus kepada CNBC Indonesia, Jumat, (23/8/2024).
Selama pemerintah menjalankan aturan yang ada, ia menilai porsi klaim atas polisnya akan tetap aman. Selain itu, salah satu langkah antisipasinya adalah dengan menjalankan program reasuransi yang bisa menyerap risiko atas klaim berlebih di perusahaan.
Sejauh ini, ACPI telah menyalurkan klaim akibat gempa bumi sebesar Rp 6 juta per semester 1-2024. Angka ini turun sebesar 90% bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.
“Untuk periode yang sama tahun sebelumnya, kita membukukan pembayaran klaim akibat gempa bumi sebesar Rp. 63 juta,” tambahnya.
Setali tiga uang, Presiden Direktur PT Asuransi Wahana Tata (Aswata) Christian Wirawan Wanandi juga memastikan bahwa tingkat klaim asuransi gempa atau bencana alam di Aswata masih di tahap aman pada paruh pertama tahun 2024 ini.
“Antipasi kami tentunya review kembali risk management kami dengan melihat akumulasi bisnis per area dibandingkan dengan capital perusahaan, retensi dan program reasuransi,” tutur Christian.
Perlu diketahui, asuransi gempa adalah tambahan manfaat dari asuransi harta benda. Dan analoginya sama seperti asuransi kesehatan dengan tambahan manfaat perawatan gigi atau melahirkan.
Adapun risiko yang dijamin adalah perlindungan risiko finansial dari kebakaran, petir, ledakan, kejatuhan pesawat terbang atau benda yang jatuh dari pesawat terbang dan asap (FLEXAS – Fire, Lightning, Explosion, Aircraft Impact, and Smoke). Selain itu ada pula risiko lain yang berupa huru-hara, angin topan, banjir, gempa bumi, dan lainnya.